Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. (Khalifah ‘Umar)

Telah berkata Abdullah bin Aun Al-Bashri Rahimahullah:
“Jika hawa nafsu telah menguasai hati, maka seseorang akan menganggap baik sesuatu yang buruk”

Rabu, Desember 31, 2008

KEJUJURAN DAN RASA HARU

Kisah ini sungguh terjadi pada suatu jaman yang sudah sangat lama berlalu, namun masih menjadi bahan kenangan yang kekal sampai sekarang.
Jaman itu situasi sangat kacau, negara tidak menentu, juga penjahat merajalela, hingga rakyat banyak yang hidupnya kesulitan, makanan sulit didapatkan.
Ada sebuah keluarga yang terdiri dari ibu dan anaknya yang baru belasan tahun yang bernama Chai Sun.
Suatu hari, dengan berbekal sedikit uang hasil kerjanya menjual kayu bakar, si kecil Chai Sun bermaksud membeli sesuatu untuk makan bersama ibunya dirumah, namun tidak ada seorangpun berjualan, karena situasinya memang sangat tidak menentu.
Dengan hati yang gelisah, ia pulang sambil terus khawatir akan ibunya yang mungkin sedang kelaparan.
Sampai dirumah, ia disambut ibunya dan ibunya sudah memasak sedikit sayuran liar, ia tahu pastilah ibunya juga belum makan, maka ia berpura mengatakan masih kenyang, ia tidak ingin ibunya kelaparan.
Sang ibu juga tahu bahwa anaknya pasti belum makan, maka akhirnya mereka makan bersama, masing-2 setengahnya.
Selesai makan, Chai Sun bermaksud pergi memetik buah murbei ditepi hutan sebagai persiapan makan besok, segera ibunya menyiapkan satu keranjang untuk menampung hasil buah murbei yang akan dipetik anaknya.
Tapi Chai Sun mengambil satu keranjang lagi dari dapur, lantas bergegas pergi ketepi hutan.
Sampai ditepi hutan, dilihatnya pohon murbei yang sedang berbuah, segera ia memetik buahnya dan dipisahkan dalam dua keranjang, yamg satu keranjang untuk buah yang masih kuning kehijauan, yang satu keranjang lagi untuk buah murbei yang sudah merah kebiruan.
Setelah cukup banyak, ia bermaksud pulang kerumah, namun ditengah jalan yang sepi, dua orang perampok menghadangnya, membuat dirinya gemetar ketakutan.
Perampok itu bermaksud merampas dua keranjang miliknya, namun ketika dilihatnya bahwa didalam keranjang hanya berisi buah murbei, juga dilihatnya ia hanyalah anak yang berpakaian lusuh, maka bertanyalah perampok itu : “ untuk apa buah murbei ini ?“ dan mengapa kamu pisahkan didalam dua keranjang seperti ini ? “
Chai Sun menjawab sambil gemetar : “ buah murbei ini akan aku makan bersama ibuku, keranjang ini berisi buah murbei yang sudah matang dan manis, akan aku berikan pada ibuku karena aku khawatir ibuku akan sakit perut kalau makan buah murbei yang asam, sedang yang satu keranjang ini berisi buah murbei yang belum matang, untuk aku makan sendiri karena diriku masih lebih muda dan lebih kuat dari ibuku “
Mendengar jawaban seperti ini, dua perampok itu merasa terharu dan malu pada diri sendiri, maka disuruhlah anak kecil itu pulang, bahkan disuruhnya membawa beberapa potong daging untuk dimakan bersama ibunya.

Kisah ini masih tetap dikenang sampai sekarang, karena memang sangat berharga untuk dikenang.
Bakti Chai Sun pada ibunya, telah menyelamatkan dirinya bahkan telah menggugah hati dua perampok yang akan mencelakakan dirinya.
Berbakti pada orang tua adalah moralitas tertinggi yang harus dimiliki oleh manusia, moralitas dasar yang harus dimiliki setiap insan.
Tanpa itu manusia tidak akan berarti hidupnya.
Berbakti pada orang tua adalah inti dasar dari segala moralitas manusia.

Selasa, Desember 30, 2008

ORANG TUA BIJAK DAN SEEKOR KUDA PUTIH



Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil.
Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya
karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja
menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum
pernah dilihat orang, begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda
jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak :
“Kuda ini bukan kuda bagi saya”, katanya : “Ia adalah
seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual
seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik. Bagaimana
kita dapat menjual seorang sahabat ?” Orang itu miskin
dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di
kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. “Orang tua
bodoh”, mereka mengejek dia : “Sudah kami katakan
bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkan
bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu miskin… Mana
mungkin anda dapat melindungi binatang yang begitu
berharga ? Sebaiknya anda menjualnya. Anda boleh
minta harga apa saja. Harga setinggi apapun akan
dibayar juga. Sekarang kuda itu hilang dan anda
dikutuk oleh kemalangan”.

Orang tua itu menjawab : “Jangan bicara terlalu cepat.
Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di
kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya adalah
penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana
Anda dapat ketahui itu ? Bagaimana Anda dapat
menghakimi ?”. Orang-orang desa itu protes : “Jangan
menggambarkan kami sebagai orang bodoh! Mungkin kami
bukan ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di
perlukan. Fakta sederhana bahwa kudamu hilang adalah
kutukan”.

Orang tua itu berbicara lagi : “Yang saya tahu
hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu pergi.
Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau
berkat, saya tidak dapat katakan.Yang dapat kita lihat
hanyalah sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan
terjadi nanti ?”
Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu
gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang tolol;
kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan hidup dari
uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang
potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar
dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang
ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak
lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah
membuktikan bahwa ia betul-betul tolol.
Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di
curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali,
ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya.
Sekali lagi penduduk desa berkumpul sekeliling tukang
potong kayu itu dan mengatakan : “Orang tua, kamu
benar dan kami salah. Yang kami anggap kutukan
sebenarnya berkat. Maafkan kami”.

Jawab orang itu : “Sekali lagi kalian bertindak
gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik.
Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia,
tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini
adalah berkat ? Anda hanya melihat sepotong saja.
Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh cerita,
bagaimana anda dapat menilai ? Kalian hanya membaca
satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai
seluruh buku ? Kalian hanya membaca satu kata dari
sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh
ungkapan ? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai
seluruh hidup berdasar! kan satu halaman atau satu
kata.Yang anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan
itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah
puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu
karena apa yang saya tidak tahu”.

“Barangkali orang tua itu benar,” mereka berkata satu
kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak
berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia
salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda
liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit,
binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian
dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak
muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah
beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan
kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul
sekitar orang tua itu dan menilai. “Kamu benar”, kata
mereka : “Kamu sudah buktikan bahwa kamu benar.
Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah kutukan.
Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang
dalam usia tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk
membantumu… Sekarang kamu lebih miskin lagi. Orang
tua itu berbicara lagi : “Ya, kalian kesetanan dengan
pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan.
Katakan saja bahwa anak saya patah kaki. Siapa tahu
itu berkat atau kutukan ? Tidak ada yang tahu. Kita
hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang
sepotong-sepotong”.Maka terjadilah dua minggu kemudian
negeri itu berperang dengan negeri tetangga. Semua
anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya
anak si orang tua tidak diminta karena ia
terluka. Sekali lagi orang berkumpul sekitar orang tua
itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak
mereka sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali
kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat dan
perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak akan
melihat anak-anak mereka kembali. “Kamu benar, orang
tua”, mereka menangis : “Tuhan tahu, kamu benar. Ini
buktinya. Kecelakaan anakmu
merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak
ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk
selama-lamanya”.

Orang tua itu berbicara lagi : “Tidak mungkin untuk
berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik
kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini :
anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya
tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat atau
kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk
mengetahui. Hanya Tuhan yang tahu”.

Moral cerita :
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari
seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian
hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku
besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan.
Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai
kehidupan sampai kita ketahui seluruh cerita.

Senin, Desember 29, 2008

Semut dan Lalat

Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta diatas sebuah tong sampah didepan sebuah rumah. Suatu ketika anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat. "Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar" katanya.

Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya Nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.

Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua "Ada apa dengan lalat ini Pak?, mengapa dia sekarat?".

"Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita" Semut kecil itu Nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? kenapa tidak berhasil?".

Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab "Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama". Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya namun kali ini dengan mimik & nada lebih serius "Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini".

"Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda".

Minggu, Desember 28, 2008

DIANTARA “DO’A DAN KESOMBONGAN"

Sebuah kapal karam di tengah laut karena terjangan badai dan ombak hebat.

Hanya dua orang lelaki yang bisa menyelamatkan diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang. Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa.

Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah. Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.

Doa pertama mereka panjatkan, mereka memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki ke satu melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.

Seminggu kemudian, lelaki yang ke satu merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat lelaki ke satu itu tinggal. Sedangkandi sisi tempat tinggal lelaki ke dua tetap saja tidak ada apa-apanya.

Segera saja, lelaki ke satu ini berdoa memohon rumah, pakaian, dan makanan.Keesokan harinya,seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya.

Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya,lelaki ke satu ini berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja lelaki ke satu dan istrinya naik ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki ke dua yang tinggal di sisi lain pulau. Menurutnya, memang lelaki kedua itu tidak pantas menerima berkah tersebut karena doa-doanya tak pernah terkabulkan.

Begitu kapal siap berangkat, lelaki ke satu ini mendengar suara dari langit menggema, “Hai,
mengapa engkau meninggalkan rekanmu yang ada di sisi lain pulau ini?” “Berkahku hanyalah milikku sendiri, karena hanya doakulah yang dikabulkan,” jawab lelaki ke satu ini. “Doa lelaki temanku itu tak satupun dikabulkan. Maka,ia tak pantas mendapatkan apa-apa.” “Kau salah!” suara itu membentak membahana. “Tahukah kau bahwa rekanmu itu hanya memiliki satu doa.

Dan, semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kau takkan mendapatkan apa-apa.”

“Katakan padaku,” tanya lelaki ke satu itu.

“Doa macam apa yang ia panjatkan sehingga aku harus merasa berhutang atas semua ini padanya?”

“Ia berdoa agar semua doamu dikabulkan!”

Kesombongan macam apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang lain?

Sadarilah betapa banyak orang yang telah mengorbankan segala sesuatu demi keberhasilan kita. Tak selayaknya kita mengabaikan peran orang lain, dan janganlah menilai seseorang / sesuatu hanya dari “yang terlihat” saja.

Jumat, Desember 26, 2008

BELAJAR UNTUK “BERKATA CUKUP”…!!!

Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib.
Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya.
Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata “cukup”.

Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya.
Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu.
Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan di sana.
Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya.

Masih kurang!

Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya.
Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata “cukup”.

Kapankah kita bisa berkata cukup?

Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya.
Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih di bawah target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian.
Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.
Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.

Semua merasa kurang dan kurang.

Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata cukup.
Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
“Cukup” jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri.
Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan.
Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.

Belajarlah untuk berkata “Cukup”

Rabu, Desember 24, 2008

SECARIK SURAT DARI SEORANG IBU…!!

Assalamu’alaikum,

Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…

Wahai anakku,

Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…

Wahai anakku!

Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.

Wahai anakku… 25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi…

Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.

Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu grmbira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.

Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkonganku.

Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.

Harapanku pada setiap harinya; agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku!

Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.

Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.

Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.

Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

Dan Ibu memohon kepadamu, Nak! Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!!

Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.

Sekiranya engakau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!? Mana balasan baikmu! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman,
“Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!”
(QS. Ar Rahman: 60)
Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?

Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantu dan budakmu. Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku!

Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik.

Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.

Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi. Anakku… Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!

Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits:
“Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!”
(HR. Ahmad)

Anakku. Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.

Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau berkata: “Shalat pada waktunya”,
aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?”
Beliau berkata: “Berbakti kepada kedua orang tua”,
dan aku berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!”
Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.
(Muttafaqun ‘alaih)

Wahai anakku!! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.

Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”, dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)

Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.

Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.

Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.

Wassalam,

Ibumu

Kisah Seekor Belalang

Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati kebebasannya.

Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, “Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk tubuh ?”.

Belalang itu pun menjawabnya dengan pertanyaan, “Dimanakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang
aku lakukan”.

Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Renungan :
Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang.

Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan yang beruntun, perkataan teman atau pendapat tetangga, seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang
membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkah Anda separah itu?
Bahkan lebih buruk lagi, kita lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tidakkah Anda pernah mempertanyakan kepada nurani bahwa Anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau Anda mau menyingkirkan “kotak” itu? Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini Anda anggap diluar batas kemampuan Anda?

Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan untuk berjuang, tidak hanya menyerah begitu saja pada apa yang kita alami. Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai apapun yang Anda ingin capai. Sakit memang, lelah memang, tapi bila Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar.

Kehidupan Anda akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup pilihan Anda. Bukan cara hidup seperti yang mereka pilihkan untuk Anda.

Selasa, Desember 23, 2008

Ulat Kecil Yang Berani

Dikisahkan, ada seekor ulat kecil sejak lahir menetap di daerah yang tidak cukup air, sehingga sepanjang hidupnya, dia selalu kekurangan makanan. Di dalam hati kecilnya ada keinginan untuk pindah dari rumah lamanya demi mencari kehidupan dan lingkungan yang baru.

Tapi dari hari ke hari dia tidak juga memilikikeberanian untuk melaksanakan niatnya. Hingga suatu hari, karena kondisi alam yang semakin tidak bersahabat, si ulat terpaksa membulatkan tekat memberanikan diri keluar dari rumahnya, mulai merayap ke depan tanpa berpaling lagi ke belakang. Setelah berjalan agak jauh, dia mulai merasa bimbang,katanya dalam hati "Jika aku sekarang berbalik kembali ke rumah lama rasanya masih keburu, mumpung aku belum berjalan terlalu jauh. Karena kalau aku berjalan lebih jauh lagi, jangan-jangan jalan pulang pun takkan kutemukan lagi, mungkin aku akhirnya aku tersesat dan... entah bagaimana nasibku nanti!

Ketika si ulat sedang maju mundur penuh kebimbangan dan pertimbangan, tiba-tiba ada sebuah suara menyapa di dekatnya "Halo ulat kecil! Apa kabar? Aku adalah kepik. Senang sekali melihatmu keluar dari rumah lamamu. Aku tahu, engkau tentu bosan kekurangan makan karena musim dan cuara yang tidak baik terus menerus. Kepergianmu tentu untuk mencari kehidupan yang lebih baik, kan?".

Si ulat pun bertanya kepada si kepik yang sok tau, "Benar kepik. Aku memutuskan pergi dari sarangku untuk kehidupan yang lebih baik. Apakah engkau tau, apa yang ada di depan sana?" ;
"Oh...Akutahu, jalan ke depan yang akan kau lalui, walaupun tidak terlalu jauh tetapi terjal dan berliku, dan lebih jauh di sana ada sebuah goa yang gelap yang harus kau lalui, tetapi setelah kamu mampu melewati kegelapan, aku beritahu, pintu goa sebelah sana terbentang sebuah tempat yang terang, indah dan sangat subur. Kamu pasti menyukainya. Di sana kau pasti bisa hidup dengan baik seperti yang kamu inginkan". Si kepik dengan bersemangat memberi dorongan kepada ulat yang tampak ragu dan ketakutan.
"Kepik, apakah tidak ada jalan pintas untuk sampai ke sana?" Tanya ulat. "Tidak sobat. Jika kamu ingin hidup lebih baik dari hari ini, kamu harus melewati semua tantangan itu. Nasehatku, tetaplah berjalan langkah demilangkah, fokuskan pada tujuanmu dan tetaplah berjalan.Niscaya kamu akan tiba di sana dengan selamat. Selamat jalan dan selamat berjuang sobat!" sambil berteriak penuh semangat, si kepik pun meninggalkan ulat.

Pembaca yang budiman,
Memang benar.... kemenangan , kesuksesan adalah milik mereka yang secara sadar, tau apa yang menjadi keinginannya sekaligus siap menghadapi rintangan apapun yang menghadang serta mau memperjuangkannya habis habisan melalui cara2 yang benar sampai mencapai tujuan akhir yaitu kesuksesan. Pengertian sukses secara sederhana demikian, telah di praktekan oleh manusia sukses berabad abad lampau sampai saat ini sesuai dengan bidangnya masing2. Maka ...untuk meraih kesuksesan yang maksimal, kita tidak memerlukan teori teori kosong yang rumit. Cukup tau akan nilai yang akan di capai dan take action! Ambil tindakan!

Salam Sukses Luar Biasa!!!

Senin, Desember 22, 2008

Sudahkah Kita Lakukan Sesuatu?

dakwatuna - Segala puji hanya bagi Mu Ya Allah, di genggaman-Mu segala apa yang ada di alam, Engkau Yang Maha Pengampun atas segala dosa dan kesalahan, Maha Penerima Taubat dari hamba-Mu yang bertaubat, Engkau Yang Maha Dahsyat siksa-Mu, Engkau Yang Maha Luas Karunia-Mu, Tiada Ilah Yang Haq kecuali Engkau, Kepada-Mu Ya Allah kami semua akan kembali.

Sungguh ”Tiada suatu haripun yang fajarnya menyingsing dari ufuk Timur melainkan ia berseru :”Wahai anak Adam! Aku adalah makhluk yang baru dan aku menjadi saksi seluruh amal perbuatanmu, maka ambillah bekal dari padaku, sungguh aku tidak akan pernah kembali lagi hingga datangnya hari kiamat nanti. “ Abu Nu’aim.
Bila detik, menit, dan hari terus berlalu dan tak pernah kembali…lalu apa yang bisa dan sudah kau lakukan untuk menyongsong Yaumul Hisab wahai diriku?.
Sekiranya detik dan menit dalam hidup ini hanya bernilai rupiah dan dolar atau materi semata, apa kira-kira yang akan menjadi pemberat amalmu kelak?
Jika langkah-langkah kakimu yang menapaki bumi ini hanya sebatas rutinitas yang hampa akan nilai kesholihan, mampukah kiranya kamu memijak panasnya bumi Mahsyar kelak?
Dan kalaulah ketaatanmu sangat minim, bisakah kamu menerima raport amalmu kelak dengan tangan kanan?
Wahai diri yang saat ini sedang penat dan letih, yang tersungkur dibawah tindihan beban hubbud dunya –cinta dunia-.

Wahai diri yang saat ini sedang suntuk dan gelisah dihadapan onggokan noda dan dosa, maksiat dan kesalahan. Tengoklah kebelakang tapak-tapak kehidupanmu …… dan juga pandanglah kedepan arah perjuangan ini, cermati arahan uswah kita Muhammad saw,
“Wahai sekalian manusia, sungguh… dalam hidup kalian ada rambu-rambu petunjuk jalan, maka ikutilah rambu-rambu itu, dan sungguh pada hidup kalian semua ada batas akhir, maka berhentilah pada batas yang telah ditentukan. Sesungguhnya seorang mukmin itu, senantiasa berada pada dua rasa takut: antara kehidupan yang telah ia lalui, dimana ia tidak tahu apa yang diperbuat Allah terhadap dirinya – Apakah Allah catat dia bersama orang-orang yang soleh atau sebaliknya? – dan waktu hidup yang masih tersisa, dimana ia tidak tahu apa yang ditetapkan Allah terhadapnya – Apakah husnul khotimah ataukah sebaliknya, na’udzubillah? karena itu hendaklah seorang hamba mengoptimalkan potensi dirinya untuk menyelamatkan dirinya sendiri, menggunakan kehidupan dunianya sebaik-baiknya untuk membangun kemegahan akhiratnya, menggunakan masa mudanya sebelum tuanya dan mengoptimalkan detik-detik kehidupan ini sebelum ajal, demi Dzat yang jiwa Muhammad digenggaman-Nya, sesudah kematian tak ada kepayahan, sesudah dunia ini tak ada kehidupan, melainkan Syurga atau Neraka”. Ibnu Abbas

Diriku…,Sungguh perjalanan hidup ini masih panjang dan melelahkan, bekalmu amatlah sedikit, sedang tempat kembalimu…?
Kamu tidak tahu wahai diriku ….! Apakah Syurga ataukah Neraka?
Maka apa yang bisa kau lakukan saat ini untuk meraih keindahan hidup kelak, lakukanlah dengan terus mencermati Kalam Rabbmu 9:105.
“Bekerjalah, berbuatlah, beramallah, Allah dan Rasul-Nya juga orang-orang beriman akan senantiasa melihat amal-amalmu.”
Hanya kepada Allah Roja’ mu –harapanmu- kau gantungkan. Harapan husnul khatimah dan meraih ridho Allah swt. Amiin.

Minggu, Desember 21, 2008

Surat Sayang Dari ALLAH SWT

Saat kau bangun pagi hari, AKU memandangmu dan
berharap engkau akan berbicara kepada KU,
walaupun hanya sepatah kata meminta pendapatKU
atau
bersyukur kepada KU atas sesuatu hal yang indah
yang terjadi dalam hidupmu hari ini atau kemarin..


Tetapi AKU melihat engkau begitu sibuk
mempersiapkan diri untuk pergi bekerja .......

AKU kembali menanti saat engkau sedang
bersiap, AKU tahu akan ada
sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan
menyapaKU,tetapi engkau terlalu sibuk .........

Disatu tempat, engkau duduk disebuah kursi
selama lima belas menit
tanpa melakukan apapun.
Kemudian AKU melihat engkau
menggerakkan kakimu.
AKU berfikir engkau akan berbicara
kepadaKU
tetapi engkau berlari ke
telephone dan menghubungi seorang teman untuk
mendengarkan kabar terbaru.

AKU melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan
AKU menanti dengan sabar sepanjang hari.
Dengan semua kegiatanmu AKU berfikir engkau terlalu
sibuk mengucapkan sesuatu kepadaKU.

Sebelum makan siang AKU melihatmu
memandang sekeliling, mungkin
engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKU, itulah
sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu.
Engkau memandang tiga atau empat meja
sekitarmu dan melihat beberapa temanmu
berbicara dan menyebut namaKU dengan lembut sebelum
menyantap rizki yang AKU berikan,
tetapi engkau tidak melakukannya .......
masih ada waktu yang tersisa dan AKU berharap engkau
akan berbicara kepadaKU, meskipun saat engkau pulang kerumah
kelihatannya seakan-akan
banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah tugasmu selesai, engkau menyalakan TV,
engkau
menghabiskan
banyak waktu setiap hari didepannya, tanpa memikirkan
apapun dan hanya
menikmati acara yg ditampilkan. Kembali AKU menanti
dengan sabar saat
engkau menonton TV dan menikmati makananmu tetapi
kembali kau tidak berbicara kepadaKU .........

Saat tidur, KU pikir kau merasa terlalu lelah.
Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu,
kau melompat ketempat tidur dan tertidur
tanpa sepatahpun namaKU, kau sebut.

Engkau menyadari bahwa AKU selalu hadir
untukmu. AKU telah bersabar lebih lama dari yang kau
sadari. AKU bahkan
ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang
lain.
AKU sangat menyayangimu, setiap hari AKU menantikan
sepatah kata, do'a,
pikiran atau syukur dari hatimu.

Keesokan harinya ...... engkau bangun kembali dan
kembali AKU menanti
dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiku
sedikit waktu
untuk
menyapaKU .......Tapi
yang KU tunggu ........ tak
kunjung tiba ......
tak juga kau menyapaKU.
Subuh ........ Dzuhur ....... Ashyar ..........
Magrib ......... Isya dan Subuh kembali, kau masih
mengacuhkan
AKU.....tak ada sepatah kata, tak ada seucap do'a, dan
tak ada rasa,
tak
ada harapan dan keinginan untuk bersujud
kepadaKU.........

Apa salahKU padamu ...... wahai UmmatKU?????
Rizki yang KU limpahkan, kesehatan yang KU berikan,
harta yang KU
relakan, makanan yang KU hidangkan, anak-anak yang
KUrahmatkan, apakah
hal itu tidak membuatmu ingat kepadaKU
............!!!!!!!

Percayalah AKU selalu mengasihimu, dan AKU tetap
berharap suatu saat
engkau akan menyapa KU, memohon perlindungan KU,
bersujud menghadap KU
...... Yang selalu menyertaimu setiap saat ........

Sabtu, Desember 20, 2008

Hikmat Secangkir Coklat Panas

Sekelompok alumni, yang sudah mapan dalam karirnya, sedang berbincang-bincang pada saat reuni dan memutuskan untuk pergi mengunjungi profesor universitas mereka yang sekarang sudah pensiun. Pada waktu mereka berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi keluhan mengenai stres pada kehidupan dan pekerjaan mereka.
Professor itu menyajikan coklat panas pada tamu-tamunya, ia pergi ke dapur dan kembali dengan coklat panas di teko yang besar dan beberapa macam cangkir - porselen, gelas, kristal, dan beberapa cangkir yang biasa-biasa saja, ada beberapa yang mahal, ada beberapa yang cantik - dan mengatakan kepada mereka untuk mengambil sendiri coklat panas tersebut.
Ketika mereka semua memegang secangkir coklat panas di tangan mereka, professor itu berkata:
"Lihatlah semua cangkir yang bagus, mahal semuanya telah diambil, yang Adalah normal bagi kalian untuk menginginkan yang terbaik bagi kalian semua, itu adalah sumber dari masalah dan stress kalian. Cangkir yang kalian minum tidak menambahkan kualitas dari coklat panas tersebut.
Pada kebanyakan kasus itu hanya menambah mahal dan bahkan menyembunyikan apa yang kita minum.
Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah coklat panas, bukan cangkirnya; tetapi secara tidak sadar kalian menginginkan cangkir yang terbaik dan kemudian kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing.
Kemudian dia berhenti dan berkata,
"Sekarang pikirkan ini":
Kehidupan adalah coklat panas; pekerjaan, uang, dan kedudukan di masyarakat adalah cangkirnya.
Itu hanyalah alat untuk memegang dan memuaskan kehidupan.
Cangkir yang kau miliki tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang kalian miliki.
Terkadang, dengan memusatkan perhatian kita hanya pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati coklat panas yang telah Tuhan sediakan bagi kita.
Tuhan membuat coklat panasnya, tetapi manusia memilih cangkirnya.
Orang-orang yang paling bahagia tidak memiliki semua yang terbaik
Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa yang mereka miliki.
Hiduplah dengan sederhana.
Mengasihilah dengan murah hati.
Memperhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh.
Berbicaralah dengan ramah.
Dan nikmatilah coklat panas kalian!

Jumat, Desember 19, 2008

RENUNGAN FILSAFAT HIDUP


Di awal tahun ajaran baru, di suatu universitas di USA, CEO Coca Cola,Brian Dyson, berbicara mengenai hubungan antara pekerjaan dan kewajiban (komitmen) hidup yang lain. "Bayangkan hidup sebagai suatu permainan ketangkasan dimana kita harus memainkan keseimbangan 5 buah bola yang dilempar ke udara. Bola-bola tersebut bernama : Pekerjaan, Keluarga, Kesehatan, Teman dan Spirit dan kita harus menjaga agar ke-5 bola ini seimbang di udara.

Kita akan segera mengerti bahwa ternyata "Pekerjaan" hanyalah sebuah bola karet. Jika kita menjatuhkannya maka ia akan dapat memantul kembali.Tetapi empat bola lainnya *Keluarga, Kesehatan, Teman dan Spirit-terbuat dari gelas.


Dan jika kita menjatuhkan salah satunya maka ia akan dapat terluka, tertandai, tergores, rusak atau bahkan hancur berkeping-keping. Dan ingatlah mereka tidak akan pernah kembali seperti aslinya. Kita harus memahaminya benar dan berusaha keras untuk menyeimbangkannya. Bagaimana caranya ? Jangan rusak nilai kita dengan membandingkannya dengan nilai orang lain. Perbedaan yang ada diciptakan untuk membuat masing-masing diri kita special.


Jangan tetapkan tujuan dan sasaran Kita dengan mengacu pada apa yang orang lain anggap itu penting. Hanya Kita yang mengerti dan dapat merasa "apa yang terbaik untuk kita".


Jangan mengganggap remeh sesuatu yang dekat di hati kita, melekatlah padanya seakan-akan ia adalah bagian yang membuat kita hidup, dimana tanpanya, hidup menjadi kurang berarti.


Jangan biarkan hidup kita terpuruk dengan hidup di 'masa lampau' atau dalam mimpi masa depan. Satu hari hidup pada suatu waktu berarti hidup untuk seluruh waktu hidupmu.


Jangan menyerah ketika masih ada sesuatu yang dapat kita berikan.Tidak ada yang benar-benar kalah sampai kita berhenti berusaha.


Jangan takut mengakui bahwa diri kita tidaklah sempurna.
Ketidaksempurnaan inilah yang merupaka sulaman benang rapuh untuk mengikat kita satu sama lain.


Jangan takut menghadapi resiko. Anggaplah resiko sebagai kesempatan kita untuk belajar bagaimana menjadi berani.


Jangan berusaha untuk mengunci Cinta memasuki hidupmu dengan berkata : "tidak mungkin saya temukan". Cara tercepat untuk mendapatkan cinta adalah dengan memberinya, cara tercepat untuk kehilangan cinta adalah dengan menggenggamnya sekencang mungkin, dan cara terbaik untuk menjaga agar cinta tetap tumbuh adalah dengan memberinya "sayap".


Janganlah berlari, meskipun hidup tampak sangat cepat, sehingga kita lupa dari mana kita berasal dan juga lupa sedang menuju kemana kita. Jangan lupa bahwa kebutuhan emosi terbesar dari seseorang adalah kebutuhan untuk merasa dihargai. Jangan takut untuk belajar sesuatu. Ilmu Pengetahuan adalah harta karun yang selalu dapat Kita bawa kemanapun tanpa membebani.


Jangan gunakan waktu dan kata-kata dengan sembrono. Karena keduanya tidak mungkin kita ulang kembali jika telah lewat. Hidup bukanlah pacuan melainkan suatu perjalanan dimana setiap tahap sepanjang jalannya harus dinikmati. Dan akhirnya resapilah :

MASA LALU adalah SEJARAH,

MASA DEPAN merupakan Misteri dan

SAAT INI adalah KARUNIA

Itulah kenapa dalam bahasa inggris saat ini disebut "The Present".