Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. (Khalifah ‘Umar)

Telah berkata Abdullah bin Aun Al-Bashri Rahimahullah:
“Jika hawa nafsu telah menguasai hati, maka seseorang akan menganggap baik sesuatu yang buruk”

Sabtu, Juli 18, 2009

Dibalik sebuah kegagalan

Gagal? Kata yang paling dibenci oleh kebanyakan orang termasuk kita. Dan kebanyakan dari kita juga malas dan takut untuk melewatinya. Meskipun kita sudah membaca banyak cerita orang-orang sukses yang kebanyakan diawali oleh kegagalan di awal perjalanan karirnya. Tetap saja kita takut untuk melewatinya. Tapi yach… namanya jalan hidup, manusia tidak bisa memilih skenarionya. Dan kegagalan pasti menjadi bumbu dalam perjalanan hidup kita.

Kalau anda sering membaca artikel-artikel motivasi untuk kegagalan, tentu cerita-cerita seperti Thomas Alfa Edison sang pencipta lampu yang berhasil setelah melewati 2000 kegagalan selalu menjadi satu cerita abadi, bagaimana kegagalan selalu menghiasi keberhasilan. Thomas Alfa Edison bahkan dengan bijak berkata bahwa untuk menemukan lampu itu dia tidak mengatakan bahwa dia gagal, tapi memang dia harus melewati 2000 percobaan-percobaan sampai berhasil. Luar biasa, bagaimana pikirannya yang sangat positif.

Sebagai manusia biasa, kita sering menghadapi kegagalan. Pernah ada seseorang coba buka usaha digital sablon dengan modal puluhan juga (dari hutang bank) kena gempa, gagal. Ada pula yang buka usaha di mal, setelah gempa di jogja, semua mal di jogja mengalami resesi pengunjung. Pernah buka counter minum, juga gagal. Buka design kaos, juga gagal. Rasanya putus asa bener dah… Tapi setelah membaca banyak cerita-cerita sukses ternyata dalam kegagalan ada pelajaran-pelajaran yang harus diambil.

Dengan kegagalan yang kita alami, kita banyak mendapat pelajaran yang tak terhingga nilainya yang dipakai sebagai senjata untuk menghadapi masalah-masalah dimasa depan. Apakah kita putus asa? Absolutely no! Karena begitu anda putus asa, kerugian anda semakin besar. Siapa tahu usaha anda akan berhasil setelah mengalami kegagalan. Seperti Thomas Alfa Edison, apa dia tahu setelah percobaan ke 1999 dia mengalami keberhasilan?Bagi saya yang penting adalah mengambil pelajaran dan hikmah di setiap kegagalan. Thomas Alfa Edison pun jadi tahu, ooo… bahan A digabung dengan bahan B jadi D, bahan J digabung dengan bahan K menjadi X. Kalau dia langsung berhasil, mana tahu dia…

Jadi apa arti kegagalan? Tuhan sedang memberikan kita mata kuliah yang sangat hebat… jangan pernah putus asa… Karena setelah mengalami kegagalan anda akan menjadi lebih cerdas dalam menghadapi hidup.

Jumat, Juli 17, 2009

Orang yang Botak,Orang yang Berpenyakit Lepra, dan Orang yang Buta

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita tentang tiga orang dari Bani Israil. Masing-masing dari mereka mempunyai cacat di tubuhnya. Di samping itu, Allah menguji mereka dengan kemiskinan. Sepertinya ketiga orang ini berasal dari satu kota, dan masing-masing mengenal kedua temannya. Hal ini berdasar kepada ucapan malaikat kepada orang buta yang lulus ujian, "Allah telah meridhaimu dan memurkai kedua temanmu."

Allah mengutus malaikat kepada mereka. Malaikat mendatangi mereka satu persatu, menanyai masing-masing tentang permintaannya dan mewujudkan semua keinginan mereka.

Orang yang berpenyakit lepra meminta agar penyakitnya disembuhkan, penyakit yang membuat orang-orang menjauhinya. Dia meminta diganti warna yang baik dan juga kulit yang baik. Lalu malaikat mengusapnya dan dia menjadi seperti yang dia inginkan. Malaikat bertanya tentang harta yang paling disukainya. Dia memilih unta atau sapi. Maka dia diberi unta atau sapi bunting dan malaikat berdoa untuknya, semoga hartanya membawa berkah.

Kemudian malaikat mendatangi si botak. Dia meminta rambut yang indah, dan agar botak yang membuatnya dijauhi oleh orang-orang itu bisa hilang. Maka malaikat mengusapnya dan botaknya pun sembuh. Dia juga diberi rambut yang indah. Dia menyukai sapi, maka dia diberi sapi bunting. Malaikat juga mendoakan semoga sapunya membawa berkah.

Malaikat lalu datang kepada si buta. Permintaannya adalah agar penglihatannya normal kembali supaya bisa melihat hidup dan kehidupan, serta mengenal jalan yang di laluinya. Malaikat mengusapnya dan penglihatannya normal kembali. Si buta ini lebih cenderung kepada kambing, maka dia diberi kambing yang beranak atau kambing bunting.

Tahun-tahun berlalu. Allah memberkahi mereka dengan hartanya. Masing-masing memmiliki satu lembah dari harta yang diterimanya. Yang pertama memiliki unta sepenuh lembah, yang kedua memiliki sapi sepenuh lembah, dan yang ketiga memiliki kambing sepenuh lembah.

Setelah mereka semua sehat dan kaya raya, Malaikat mendatangi mereka. Malaikat datang kepada masing-masing dalam bentuk mereka sebelum mereka sehat dan kaya. Malaikat datang kepada orang pertama dalam bentuk dirinya yang dulu, saat dia terkena lepra. Malaikat meminta kepadanya dengan nama Tuhan yang memberinya warna yang bagus, kulit yang mulus, serta harta yang banyak, agar memberinya seekor unta tunggangan untuk melanjutkan perjalanan.

Laki-laki ini mengingkari nikmat Allah atasnya dan apa yang Dia berikan kepadanya. Dia pelit, tidak mau memberi kepada orang yang tertimpa penyakit seperti yang pernah menimpanya dulu. Dia beralasan bahwa kewajiban-kewajibannya sangat banyak. Pada saat itu malaikat berkata kepadanya, "Sepertinya aku mengenal anda. Bukankah anda dulu adalah laki-laki berpenyakit lepra yang dijauhi oleh orang-orang, yang miskin Allah memberi anda?" Orang ini tidak mengakui keadaan yang pernah dialaminya. Dia mengakui sebaliknya. Dia mengklaim bahwa harta yang dimikinya adalah harta lama yang diwarisinya dari nenek moyangnya. Malaikat mendoakannya agar dia menjadi seperti sedia kala jika dia berdusta.

Kemudian malaikat datang kepada si botak. Keadaannya sama persis dengan keadaan temannya. Pengingkaran, kekikiran, dan kesesatan dari jalan yang lurus.

Adapaun si buta, dia pemilik jiwa yang suci bersih penuh dengan iman dan takwa. Dia memandang si peminta, dia teringat keadannya dahulu. Dia membuka keadaan sebenarnya kepada peminta, "Dahulu aku adalah seorang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku dan aku miskin, lalu Allah membuatku kaya." Si buta tidak hanya memberi satu ekor kambing, akan tetapi dia memberi pilihan kepada peminta, "Ambil apa yang kamu mau. Demi Allah, aku tidak mempersulit dirimu karena Allah." Pada saat itu malaikat membuka hal yang sebenarnya kepada orang ini. Dia berkata kepadanya, "Peganglah hartamu. Aku hanya menguji kalian. Allah telah meridhaimu dan memurkai kedua temanmu."

Tiga orang ini mewakili dua contoh yang berbeda, contoh orang yang bersyukur terhadap nikmat-nikmat Allah dan orang yang kufur kepada-Nya. Dengan syukur, nimat akan terjaga. Dengan kufur, nikmat akan lenyap dan terangkat.

Pelajaran-Pelajaran Dan Faedah-Faedah Hadis

1. Ujian Allah kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana yang terjadi pada tiga orang ini agar terlihat mana yang syukur dan mana yang kufur. Mana yang baik dan mana yang busuk.

2. Keutamaaan bersyukur dalam kebahagiaan. Dan di antara bentuk syukur adalah mendermakan sebagian harta kepada yang berhak. Disebutkan juga akibat kufur nikmat. Di antara bentuk kufur nikmat adalah kikir, tidak memberikan harta kepada fakir miskin yang berhak menerima.

3. Kemampun malaikat menjelma dalam bentuk manusia, seperti yang dilakukan oleh malaikat yang ada di dalam hadis ini.

4. Malaikat tidak dusta manakala menyatakan bahwa dirinya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di perjalanan, karena maksudnya adalah membuat perumpamaan.

5. Jika Allah memberkahi harta seseoranng, maka ia akan tumbuh dan berkembang. Ia menjadi harta yang melimpah ruah. Harta tiga orang yang diuji melimpah, padahal semuanya hanya berawal dari satu. Dan harta yang melimpah bisa binasa dan lenyap dalam waktu yang singkat.

6. Banyaknya harta bukan merupakan bukti kecintaan Allah kepada seorang hamba. Allah menguji orang-orang dengan memberi mereka harta seperti tiga orang dalam hadis ini.

7. Allah mampu menyembuhkan penyakit-penyakit sulit yang dikira oleh banyak orang tidak bisa sembuh, seperti penyakit lepra, kebotakan, dan kebutaan.

Minggu, Juli 12, 2009

Perang Keinginan

Manusia hidup dan digerakkan oleh keinginan. Waktu dan segala yang dimiliki manusia dikonsumsi dan dipergunakan untuk merealisasikan keinginan. Tetapi sebuah pertanyaan menghadang kenyataan aksiomatis ini; yaitu kenginan seperti apa dan keinginan siapa yang patut selalu diikuti?

Manusia dalam posisinya dengan keinginan terbagi menjadi beberapa golongan:

Pertama, manusia yang hanya mengikuti keinginan dirinya. Tidak ada yang penting baginya kecuali yang dia mau. Barangkali dia mengira bahwa dirinya merdeka. Merdeka menentukan segala yang dia mau. Merdeka juga berpikir apa saja yang dia bayangkan. Independensi memang penting untuk membentuk kepribadian. Tanpa independensi seorang manusia hanyalah angka satuan yang tidak terlalu penting di tengah milyaran manusia. Tetapi independensi ada batasnya. Manusia yang tidak mengenal batas dirinya cenderung egois dan egosentris. Lebih jauh bahkan al-Qur’an menyebut manusia seperti ini sebagai manusia yang menyembah hawa nafsunya. Allah berfirman di surat al-Jatsiyah ayat 23:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23)

23. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jatsiyah: 23)

Rasulullah SAW juga menyebut orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya sebagai orang yang lemah.

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ. رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد

“Orang yang cerdas adalah yang mengendalikan dirinya dan beramal untuk (kehidupan) setelah kematian, sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya tapi banyak berangan-angan atas (karunia) Allah.” (HR at-Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Kedua, manusia yang tidak punya keinginan independen. Dia selalu didorong oleh pihak luar. Lingkungan, teman, orang tua, bahkan seterunya selalu menjadi pusat perhatiannya, dan selalu mendorongnya untuk bereaksi. Orang seperti ini tidak punya pendirian. Apa kata orang itulah katanya. Ke manapun angin berhembus ke sanalah dia berlayar. Orang seperti sangat dikecam Rasulullah, beliau berkata:

لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا. رواه الترمذي

“Janganlah kalian menjadi orang tidak berpendirian, yang mengatakan ‘jika orang-orang berbuat baik, kami juga berbuat baik, jika mereka berbuat zhalim, kami juga berbuat zhalim.’ Tetapi kuatkanlah pendirian kalian, jika orang-orang berbuat baik, berbuat baiklah, jika mereka berbuat zhalim, jangan kalian berbuat zhalim.” (HR at-Turmudzi)

Ketiga, manusia yang selalu berperang antara kemauan dirinya dan kemauan orang lain, dan juga kemauan Sang Pencipta. Dia selalu ingin mendapatkan penerimaan semua pihak tetapi tidak rela mengorbankan keinginan dan ambisi atau syahwatnya. Golongan seperti ini selalu diombang-ambingkan ketidakpastian tujuan. Peperangan sengit dan rumit terjadi dalam diri mereka. Yang mampu menemukan dirinya dalam naungan Allah akan selamat, tetapi yang terus tak mampu menemukan skala prioritas akan hidup dalam pederitaan batin dan gejolak pemikiran yang tak berakhir. Allah membuat perumpamaan terhadap orang seperti ini:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الزمر: 29

29.” Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS az-Zumar: 29)

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ. رواه ابن ماجه والحاكم وحسنه الألباني

“Barang siapa yang menjadikan pikiran-pikirannya menjadi satu pikiran yaitu pikiran akhirat, Allah cukupkan masalah dunianya. Dan barang siapa yang pikirannya bercabang-cabang di urusan dunia, Allah tidak perduli di lembah dunia mana dia akan binasa.” (HR Ibnu Majah dan al-Hakim dihasankan oleh al-Albani)

Semoga Allah menyelamatkan kita dari musibah seperti itu.

Keempat, manusia yang menenggelamkan dirinya dalam keinginan Sang Pencipta. Dia hanya menginginkan keridhoan Allah. Dia tahu bahwa dia hanya makhluk yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Manusia golongan ini adalah manusia luhur dan suci. Mereka menghayati firman Allah “Katakanlah bahwa sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.”

Tetapi beberapa tantangan serius menghadapi mereka. Tidak sedikit kegagalan terjadi jika anak Adam ini tidak berhasil menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Tantangan pertama adalah tantangan pemahaman. Sejauh mana anak manusia memahami apa yang Allah SWT tuntut darinya. Berapa banyak orang yang serius beribadah bahkan mengorbankan segala yang dia miliki untuk suatu hal yang sebetulnya tidak dituntut darinya. Betapa banyak kewajiban ditinggalkan karena melaksanakan ibadah sunah yang tidak prioritas dalam neraca Syariah. Betapa banyak kewajiban kolektif diabaikan padahal itu menyangkut kepentingan umum disebabkan sang manusia lebih asyik dengan ibadah personal yang porsinya bisa dibatasi. Betapa banyak bid’ah yang dianggap sunnah. Betapa banyak sunnah yang dianggap bid’ah.

Tanpa berpegang teguh pada pemahaman yang benar terhadap Qur’an dan Sunnah, sangat sulit seorang muslim dapat dengan tepat melaksanakan peranan dan tugas yang dituntut darinya.

Kesalahan yang paling parah adalah yang terjadi pada golongan yang menganggap bahwa penyerahan diri terhadap Allah adalah bersikap fatalis atau yang dikenal dengan kaum Jabriyah. Bahwa manusia hanya dituntut menyerah pada takdir, tidak perlu berusaha atau merencanakan masa depan yang baik. Iman kepada takdir mereka pahami sebagai sikap pasif terhadap usaha perubahan.

Umar bin Khaththab pernah begitu gusar dengan pemahaman seperti ini, ketika beliau dan beberapa sahabat hendak memasuki daerah yang dilanda wabah. Setelah bermusyawarah akhirnya diputuskan untuk membatalkan kunjungan ke daerah tersebut. Salah seorang sahabat menentang putusan itu, dan berkata, “Apakah kita lari dari takdir Allah?” Umar bin Khaththab terkejut dengan tanggapan tersebut, lalu menjawab, “Iya kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.”

Allah mengecam orang-orang yang menggunakan takdir sebagai alasan untuk tidak melaksanakan hal-hal yang seharusnya. Allah berfirman:

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آَبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

148. “Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya Kami dan bapak-bapak Kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) Kami mengharamkan barang sesuatu apapun.” Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.”(QS al-An’am: 148)

Iman kepada takdir adalah kebenaran yang wajib diyakini, tetapi hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjajah oleh masa lalu, tersiksa oleh penderitaan masa yang telah lewat, atau tertipu oleh sesuatu yang membuat kita terlena. Allah jelaskan dalam surat al-Hadid apa yang dimaksudkan dengan iman kepada takdir, Allah berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

22. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS al-Hadid: 22-23)

Iman kepada takdir membuat seorang muslim tidak tenggelam dalam penderitaan atau tertipu oleh kenikmatan, karena dia sadar bahwa itu semua sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta, Yang Maha Bijaksana dan semua yang Allah tetapkan selalu menyimpan hikmah dan kebijaksanaan. Singkat kata iman kepada takdir dapat menghindarkan sesorang dari pedihnya keputus-asaan dan tipuan kesombongan. Di sisi lain Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat untuk kebaikan dirinya. Rasulullah SAW bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَان. رواه مسلم

“Bersunguh-sungguhlah meraih hal yang bermanfaat untukmu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan melemah. Jika Sesuatu menimpamu janganlah engkau berkata, ‘jika dulu aku lakukan ini pasti terjadi begini atau begitu.’ Tetapi katakanlah, Allah sudah menakdirkan, dan apa yang Allah kehendaki pasti terjadi. Karena kata ‘kalau’ membuka perbuatan setan[1].” (HR Muslim)

Kesalahpahaman lain yang sering terjadi dalam beribadah juga adalah pemahaman bahwa ibadah hanyalah terbatas pada hal-hal ritual. Banyak umat Islam yang masih belum memahami universalitas Islam, bahwa perintah Allah juga mencakup segala kebaikan di berbagai aspek kehidupan. Dengan ringan tangan banyak muslim yang menginfakkan jutaan rupiah untuk pergi haji atau umrah. Tetapi jumlah seperti itu sulit didapatkan untuk membangun proyek-proyek yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama. Umat Islam sadar kalau sholat mereka batal kalau mereka berhadats, tetapi banyak tidak khawatir seluruh amalnya batal karena korupsi, kolusi dan menipu.

Kesalahpahaman yang juga banyak terjadi adalah berlebih-lebihan dan beragama. Ada yang berwudhu tapi sambil membuang air dengan mubadzir, ada yang sibuk mengucapkan niat sampai tidak bisa mengikuti sholat dengan baik dan khusyu’, ada yang sibuk dengan memendekkan pakaian sampai lupa memperhatikan hati dan memperbaiki akhlak. Ada yang terlalu berlebihan dalam masalah-masalah aqidah sampai mengkafirkan sebagian besar umat Islam. Ada yang begitu membenci kekafiran tetapi lupa berdakwah dengan hikmah dan nasehat yang baik. Begitu bahayanya sikap berlebih-lebihan dalam agama sampai Rasulullah SAW memperingatkan:

وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ. رواه النسائي وابن ماجه والبيهقي والطبراني في الكبير وابن حبان وابن خزيمة وصححه الألباني

“Jauhkan diri kalian dari berlebih-lebihan dalam agama. Sesungguhnya berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR an-Nasa’I, Ibnu Majah, al-Baihaqi, at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh al-Albani)

Begitu banyak kesalahan dalam beribadah terjadi karena ketidakpahaman terhadap Islam. Sebagian besar bersumber dari jauhnya umat Islam dari pemahaman yang baik terhadap Qur’an dan Sunnah. Jarak yang terjadi bervariasi, mulai dari yang tidak pernah membaca al-Qur’an sama sekali, sampai yang membaca tetapi tidak memahami maknanya. Ada yang memahami sebagian kecil lalu merasa cukup dan merasa sudah pandai, bahkan mengira bahwa Islam hanya terangkum dalam beberapa ayat dan hadits. Ada yang mengaku mengerti al-Qur’an dan meninggalkan Hadits. Ada juga yang serius dengan hadits Nabi SAW tapi justru meninggalkan al-Qur’an dengan tidak mentadabburi al-Qur’an dengan rutin.

Apakah itu semua karena memahami agama Islam sulit? Sama sekali tidak. Tetapi siapapun yang menghendaki suatu tempat tapi tidak melalui jalan yang sesuai pasti tidak akan sampai tujuan. Seperti dikatakan oleh seorang penyair:

تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا إِنَّ السَّفِيْنَةَ لَمْ تَجْرِ عَلَى يَبَسِ

“Kau harap selamat tapi tidak menempuh jalannya

Sesungguhnya bahtera tidak berlayar di atas daratan kering”

Tantangan kedua dalam ibadah adalah diri manusia itu sendiri. Dia berhadapan dengan hawa nafsunya yang sering menggodanya untuk meninggalkan perintah Allah. Dia akan berhadapan godaan dari luar, tetapi semua terkait dengan kekuatan tekad dan keteguhan pendirian hamba Allah tersebut.

Ketika hawa nafsu mengajak kepada hal yang jelas dilarang barangkali masalah menjadi jelas. Yang lebih rumit adalah ketika hawa nafsu mengajak kepada hal yang samar (syubhat), disini dua persoalan merajut satu sama lain sehingga memperumit tantangan. Yang lebih rumit lagi adalah ketika hawa nafsu mendapatkan pembenaran yang palsu. Ketika dalil-dalil syar’I yang mutasyabihat (yang samar) dapat digunakan untuk membenarkan pelanggaran.

Semua tantangan itu tidak mudah. Karena itu ibadah seorang hamba tidak akan sempurna tanpa memohon pertolongan Allah. Oleh sebab itu poros al-Fatihah yang harus diulang-ulang seorang muslim adalah: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.” (Kepada engkau kami menyembah, dan kepada engkau kami memohon pertolongan). Seorang muslim yang menyembah Allah tanpa memohon pertolongan dari-Nya, niscaya akan terjebak dan terjatuh dalam tantangan-tantangan yang sulit dalam perjalan hidup yang penuh dengan ujian.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita. Wallahu waliyyut taufiq.

Sabtu, Juli 04, 2009

Selalu Ada Solusi

Segala puji hanya bagi-Mu ya Allah, Engkau Maha memberi kemenangan bagi siapa saja hamba-Mu yang berjihad dijalan-Mu dan berkorban demi tegaknya kalimat-Mu dengan penuh kesabaran. Ya Allah…Ya Naashiru…tsabat kan kami dalam mengemban amanah Mu, ampuni kelemahan kami dan sikap kami yang melampaui batas…

Saudaraku…

“Huffatil jannatu bilmakarih wahuffatinnaaru bissyahawat…” surga dikitari oleh sesuatu yang tidak disukai oleh nafsu, sebaliknya neraka dihiasi dengan hal-hal yang memanjakan syahwat. Maka hanya hamba-hamba yang sadar surga saja yang mampu mengemban beban perjuangan dan pengorbanan untuk dakwah.

Saudaraku…

Setiap kita hendaknya bertanya pada diri ini, akan kejujuran perjuangan dan pengorbanan kita. Benarkah kita telah berjuang? Berjuang untuk apa dan siapa? Bersabarlah kita dalam perjuangan untuk tetap dalam manhaj-Nya? Untuk tidak tergoda oleh dunia? Atau terbujuk rayuan wanita? Atau terlena dengan tahta?

Saudaraku…

Sudahkah kita berkorban untuk taat? Berkorban untuk tegaknya nilai-nilai Dienullah? Berkorban untuk menghentikan atau meminimalisir kezhaliman? Berkorban untuk membantu saudara-saudara kita yang tertindas? Berkorban dalam dakwah di jalan-Nya? Berkorban untuk menyelamatkan moralitas anak-anak negeri ini? Berkorban…dan berkorban?

Saudaraku…

Betapa terngiangnya genderang kalimat Allah Swt di relung hati kita yang paling dalam, kita yang sadar, kita yang sensitif akan kebahagiaan, kita yang senantiasa merindukan surga, kita yang berharap untuk berjumpa dengan-Nya, kita yang merindukan untuk menatap wajah-Nya,”Am hasibtum ‘an tadkhulul jannah ?”… apakah kita mengira akan mendapat surga dengan begitu mudah?

Saudaraku…

Setelah kita cermati perjuangan dan pengorbanan kita dijalan Allah untuk tegaknya dakwah ini, kita menjadi tahu…, sadar…dan insaf…Ya Allah sesungguhnya kami belum berbuat apa-apa untuk Islam, kecuali sedikiiit..,ya Allah …janganlah Engkau hinakan kami…jangan Engkau azab kami, Ya Allah…ampuni kami…rahmati kami, karuniakan kekuatan kepada hamba-hamba-Mu ini ya Qowiyyu…, agar kami mampu bangkit memperbaiki kelemahan kami … untuk meraih kemenangan dari sisi-Mu…

Saudaraku…

Ingatkah kita akan perjuangan dan pengorbanan pemimpin kita yang agung: Muhammad Saw.? kala tekanan dan permusuhan mendera dirinya untuk sebuah risalah besar dakwah yang di emban nya, hampir-hampir tak sejengkal bumi Mekah yang bisa dipijaknya, sepulang dari Thaif tiba-tiba sebuah pertanyaan dari Zaid bin Haritsah ra. terlontar; “Ya Rasulullah kaifa ta’uudu ila makkah waqod akhrojuuka? ( ya Rasulullah bagaimana engkau akan kembali ke Mekah sedang mereka telah mengusirmu? ) Jawab Rasulullah saw. dengan pemberian harapan besar pada kita dan umat yang besar ini: “Ya Zaid Innallaha jaa’ilun limaa taroo farojan wamakhroja…” (wahai Zaid, sesungguhnya Allah akan menjadikan apa yang saat ini anda lihat, jalan keluar dan solusi…).

Saudaraku…

Semoga kemenangan itu dekat. Semoga kita adalah orang-orang yang terpilih untuk menjadi pelaksana kemenangan dakwah ini. Ya Allah ampunilah kelalaian kami, jadikanlah kami orang-orang yang siap berkorban apa saja untuk dakwah ini… amin.