Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. (Khalifah ‘Umar)

Telah berkata Abdullah bin Aun Al-Bashri Rahimahullah:
“Jika hawa nafsu telah menguasai hati, maka seseorang akan menganggap baik sesuatu yang buruk”

Sabtu, Februari 28, 2009

Good mood atau Bad mood

Baca ini dan resapi… Lalu, tentukan bagaimana engkau kan memulai harimu esok.

Namanya Jerry. Suasana hatinya selalu bagus. Ia selalu punya hal positif untuk dibicarakan. Apabila ada orang yang bertanya tentang kabarnya, ia akan menjawab, “Andai keadaanku lebih baik dari sekarang, aku ingin terlahir kembar!”

Jerry adalah seorang manajer yang unik karena ia memiliki sejumlah pelayan yang selalu mengikutinya dari restoran ke restoran. Para pelayan itu beralasan sikap Jerry-lah yang membuat mereka begitu. Jerry dipandang sebagai motivator alami. Jika ada seorang karyawan mengalami hari yang sial, Jerry berbicara dengan karyawan itu untuk melihat sisi positif dari situasi yang tengah dihadapinya.

Melihat gaya seperti ini membuatku heran, sehingga satu hari aku datang menemui Jerry dan bertanya, “Aku tidak mengerti! Kau tidak mungkin bisa selalu menjadi orang yang positif setiap hari sepanjang hari. Bagaimana caramu melakukannya?” Jerry menjawab, “Setiap pagi aku bangun dan berkata pada diriku, Jerry, hari ini kau punya dua pilihan. Memilih good mood atau membiarkan diri dalam bad mood.”

Lantas aku memilih good mood. Setiap kali sesuatu yang buruk terjadi, aku bisa memilih menjadi ‘korban’ atau aku bisa memilih ‘belajar dari kejadian itu’. Aku pun memilih ‘belajar’. Setiap kali ada orang yang mengeluh, aku bisa memilih ‘menerima keluhan mereka’ atau aku dapat ‘mengambil sisi positif kehidupan’. Aku memilih ‘mengambil sisi positif kehidupan’.

“Ya benar, itu tidak mudah,” protesku. “Ya memang,” ujar Jerry. “Hidup tak lain dari pilihan. Saat kau mengesampingkan hal-hal remehnya, setiap situasi ternyata merupakan sebuah pilihan. Kau memilih bagaimana menanggapi situasi itu. Kau memilih bagaimana orang akan mempengaruhi mood-mu. Kau memilih good mood atau bad mood. Yang harus digarisbawahi adalah : Inilah pilihan-pilihan bagaimana kau menjalani hidupmu.”

Aku merenungkan kata-kata Jerry itu. Tak lama kemudian, aku meninggalkan restoran dan memulai usahaku sendiri. Aku kehilangan kontak dengan Jerry, tapi aku selalu teringat padanya saat aku dihadapkan pada situasi dimana aku harus menentukan pilihan hidup daripada terpancing bereaksi.

Beberapa tahun kemudian, aku mendengar Jerry menghadapi sesuatu yang tak pernah terbayangkan dalam usaha restoran : satu pagi ia membiarkan pintu belakang terbuka dan ditodong oleh tiga perampok. Waktu mencoba membuka brankas, tangannya gemetar karena gugup, membuatnya lupa nomor kombinasinya. Perampok-perampok itu panik dan menembaknya. Beruntung, Jerry cepat ditemukan dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Setelah melalui operasi bedah selama 18 jam dan menjalani perawatan intensif selama berminggu-minggu, Jerry pulang dengan beberapa pecahan peluru masih terbenam di tubuhnya.

Aku bertemu Jerry sekitar 6 bulan setelah kejadian itu. Saat kutanya bagaimana ia saat itu, ia menjawab, “Andai keadaanku lebih baik dari sekarang, aku ingin terlahir kembar. Mau lihat bekas lukanya?” Aku menolak melihat lukanya itu, tapi aku bertanya apa yang ada di benaknya saat perampokan itu terjadi. “Hal pertama yang terpikir adalah aku seharusnya mengunci pintu itu,” jawab Jerry. “Lantas, saat aku terbaring di lantai, aku ingat bahwa aku punya dua pilihan : aku bisa memilih ‘hidup’ atau aku bisa memilih ‘mati’. Aku memilih ‘hidup.’

“Kau tidak takut? Kamu pingsan waktu itu?” tanyaku. “…luar biasa paramedis itu. Mereka terus bilang bahwa aku akan sembuh. Tapi saat aku dibawa ke ruang gawat darurat dan melihat ekspresi pada wajah dokter dan perawat, aku takut. Di mata mereka, aku seolah membaca tulisan ‘Ia tak akan selamat’.”

“Aku sadar aku harus segera beraksi.” “Apa yang kamu lakukan?” tanyaku. “Hm, seorang perawat berperawakan besar bertanya kepadaku,” ujar Jerry. “Ia bertanya apakah aku punya alergi pada sesuatu. ‘Ya,’ jawabku. Para dokter dan perawat berhenti bekerja dan menunggu jawabanku. Aku menarik nafas panjang dan berkata, “Aku alergi pada peluru!” Saat mereka tertawa, kukatakan, ‘Aku memilih untuk hidup. Jadi, bedahlah aku seakan aku hidup, bukan mati.’”

Jerry bersyukur atas kemampuan para dokternya, tapi juga sikapnya yang luar biasa. Aku belajar darinya bahwa setiap hari kita dihadapkan pada pilihan hidup. Sikap kita, adalah segalanya.

Tidak ada komentar: