Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. (Khalifah ‘Umar)

Telah berkata Abdullah bin Aun Al-Bashri Rahimahullah:
“Jika hawa nafsu telah menguasai hati, maka seseorang akan menganggap baik sesuatu yang buruk”

Senin, Januari 03, 2011

Kearifan Emas

Seorang pemuda mendatangi Zun-Nun dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian
apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah dimasa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya
untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain."

Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, "Sobat muda, akan kujawab
pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambilah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana.
Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu,"Satu keping emas? saya tidak yakin cincin ini bisa dijual
seharga itu."

"Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan,
serta kepada yang lainnya. Ternyata tak seorangpun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya seharga
satu keping perak. Ia kembali ke Padepokan Zun-Nun dan melapor,"Guru, tak seorangpun berani menawar lebih dari satu keping perak.

Zun-Nun sambil tetap tersenyum arif berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada
pemilik toko atau tukang emas disana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana mereka memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor,
"Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga
seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar".

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berucap lirih," Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tidak bisa dinilai
dari pakaiannya. Hanya para "pedagang sayur, ikan, dan daging" di pasar yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat kedalaman jiwa. Diperlukan
kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang
kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang, dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas.

Tidak ada komentar: